Sabtu, 30 Mei 2009

Adakah Yang Lebih Indah di Pandeglang?

Ini anjingku: Taufik Hidayat

Adakah yang lebih indah di Pandeglang ini?
Infrastruktur yang tak utuh
dan uang bergemuruh di rekening sendiri

Adakah yang lebih indah di Pandeglang ini?
Pelayanan kesehatan yang tak bertaji
sesumbar janji
para penghuni yang kurang gizi

Adakah yang lebih indah di Pandeglang ini?
Pendidikan rapuh
Tak bervisi
Tak berisi
Penuh mafia dan anjing yang haus harta


Pembacaku, masih bersamaku: Dimyati Natakusumah. Lelaki paling lucu, imut, ganteng dan tentu saja perkasa. Sudah lama tulisanku tak muncul. Aku sibuk dengan urusanku, dengan kekuasaanku agar tak jatuh; sibuk menghabiskan uang rakyatku untuk menyuap para pelaku hukum; sibuk memenuhi keinginan istriku agar duduk di kursi kehormatan; dan sibuk mencuri kekayaan di tanah ini karena sebentar lagi kuasaku akan terhenti. Sungguh, tak ada keinginan pada diriku untuk membangun atau memperbaiki infrastruktur di tanah ini, tak ada cita-cita untuk mencerdaskan para penghuni di sini.

Tetapi di tulisan ini aku tak ingin bercerita banyak tentang kehidupanku saja. Kini aku ingin bercerita tentang anjingku. Anjingku yang tak beda denganku: lucu, ganteng, imut meski buntet, rakus, dan sedikit buduk. Ia selalu menuruti keinginanku, setiap perintah tak pernah dibantah. Bahkan untuk menjilat bokongku saja, ia pasti mau. Anjingku itu bernama Taufik Hidayat

Anjing yang bernama Taufik Hidayat itu kutempatkan di Diknas atau Dindik Pandeglang, sebagai Kadis. Kadis Taufik Hidayat. Kalian tahu Diknas atau Dindik? Sebuah institusi pendidikan yang penuh tumpukan proyek. Sengaja anjingku ditempatkan di institusi itu karena menguntungkan diriku dan keluargaku. Setiap ada proyek dari Diknas pusat, anjingku itu selalu melapor kepadaku. Aku pasti mengambil keuntungan dari proyek itu. APBD yang diprioritaskan untuk pendidikan di tanah ini, aku yang mengaturnya. Ya, sekecil apapun proyek, aku selalu mengambil keuntungan dari proyek itu. Anjingku itu hanya menjadi pendengar dan tak sedikit pun bicara. Ia hanya mengangguk-angguk dan terserah padaku.


Anjingku itu selalu membuatku senang. Bayangkan saja, setiap sekolah (dari mulai SD hingga SMA) di tanah ini pasti ada baliho diriku dan istriku. Konon kabarnya, setiap Kepala Sekolah diintruksikan anjingku untuk membeli baliho (harganya 100 ribu) dan wajib memajang baliho itu di depan sekolah (di tempat yang paling strategis).

Selain anjingku yang bernama Taufik Hidayat, ada juga anjingku yang selalu menuruti keinginanku. Meski anjing itu buduk dan kurapan, ia begitu taat kepadaku. Ia seakan-akan menganggapku sebagai Tuhan. Ia tak pernah protes. Ia bernama Tubagus Sudrajat. Ia penanggung jawab proyek infrastruktur jalan di tanah ini. Saking patuhnya kepadaku, sekecil apapun proyek infrastruktur di sini senantiasa ngomong kepadaku. Dan ketika aku mengambil keuntungan dari proyek itu, ia hanya terdiam dan menjulur-julurkan lidahnya. Pembacaku, masih banyak anjing-anjingku yang berkeliaran di tanah berkah ini..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut

Mengenai Saya

Pandeglang, Banten, Indonesia
Namaku Ahmad Sampurna. Aku lahir di Pandeglang, 20 Nopember 1980. Kuliah di Jurusan Matematika IKIP Jakarta, dan lulus pada thn 2002. Kini mengajar di SMP Cimanuk. Jujur, aku kecewa dan sedih melihat kondisi pendidikan Pandeglang yang rapuh. Infrastruktur pendidikan yg acak adut, ada kesan pelakunya (perhatikan Kadis dan Bupati) lebih mengutamakan kepentingan diri. Lebih parah lagi, ada sebuah upaya penggiringan (dominasi) yg dilakukan penguasa kepadaku dan rekanku. Lbh dr itu, aku merasakan roda pemerintahan yang tidak benar. Karena itu aku menuliskan unek-unekku di blog ini. Tapi aku tak takut. Aku serahkan semuanya kepada Allah SWT, pemilik dan penguasa negeri ini. Aku tak takut PNS-ku hilang dan pemutasian. Aku berusaha meyakini ayat AlQur'an, waman yattaqillahu yaj'allahu mahraja wayarzuqhu min haytsu la yahtasib. Aku percaya bahwa urusan rizki itu ada pada Allah, Robbul Izzati, bukan pada Kadis dan Bupati Dimyati. Dan aku pun berharap kepada rekan-rekanku agar bisa membuka mata, hati, dan pikiran bahwa sebenarnya kita ditindas dan didzolimi.