Sabtu, 14 Februari 2009

Pandeglang: Nasibmu Kini (1)

Coba kau lihat bangunan sekolah di tanah ini

Di sebuah tempat: kelam dan roboh

Dan di tempat lain mentereng meski rapuh

Atapnya dari rangka baja

Dindingdinding hijau menemani gambarku dan permaisuriku

Dan aku mengeruk untung dari pembangunan sekolah itu


Aku tak pernah memikirkan sarana praktek belajar yang memadai

Aku tak pernah memikirkan anak-anak terbang melayang

Di atas langit biru dan menari

Dalam tarian rumus-rumus ilmu pasti

Bersaing dengan anak-anak di tanah lain


Aku tak pernah memikirkan pelayanan suci

Tak ada tebaran buku

Tak menyebar kualitas guru

Hanya musola kecil yang terbengkalai

Yang kini menjadi tempat kencan

menjadi tempat kencing


Aku pisahkan kelas laki-laki dan perempuan

Aku sadar ini hambur biaya

Aku sadar akan bahaya

Tapi pemisahan kelas ini mendulang isi sakuku

Melebar pamorku

***

Ya, setelah program pemisahan kelas ini, suatu hari aku pernah mendengar dari para punggawa pendidikan tentang prilaku perempuan dan laki-laki di sekolah menengah yang kini terlihat beringas dan buas. Mereka diam ketika ada guru di kelas. Ketika istirahat tiba, mereka seperti merayakan kebebasan. Apalagi saat pulang sekolah. Tak jarang siswa tawuran. Mereka melepas ego-nya. Mereka seperti harimau yang kabur dari sarangnya.

Tak jarang juga melihat mereka (siswa/i) berkeliaran di sebuah tempat sunyi. Aku sendiri tidak tahu apa yang mereka lakukan. Barangkali mengerjakan tugas sekolah, bimbel, dan seterusnya. Tapi beberapa bulan kemudian, aku mendapat laporan bahwa ada beberapa siswi telat bulan. Inilah program pendidikanku yang sebenarnya: membuat siswa menjadi kerdil dan buas, dan membuat mereka mampu mencipta bayi dengan cepat dan sistematis.

Aku sadar bahwa laki-laki dan perempuan diciptakan dengan keunikan, dan tentu saling melengkapi. Mereka tumbuh dengan fakultas pikiran dan perasaan (emotional and cognition faculty). Hanya saja sebagian pengamat mengatakan bahwa pikiran lebih mendominasi laki-laki, dan sebaliknya. Agar sinerjis dan tidak ada yang dominan satu sama lain, maka mereka (laki-laki dan perempuan) harus membangun dua fakultas itu dengan jalinan komunikasi dan proses internalisasi. Mereka sebenarnya tidak boleh dipisah-pisahkan, dan harus disatukan. Sebab bila dipisahkan, maka jalinan komunikasi dan proses internalisasi itu akan terhenti. Itu kata pengamat.

Tetapi aku tak ingin menyatukan keduanya, aku tak butuh sinerjitas. Aku hanya ingin mengatakan (ini beberapa kali kukatakan) bahwa aku sebenarnya memanfaatkan kebodohan rakyatku, membiarkan mereka terlena dalam kebodohan; membiarkan mereka buas, beringas, manja, cengeng, kerdil, dan peminta-minta. Ya, itu semua akan memudahkan hasrat kuasaku…

Rabu, 11 Februari 2009

Kisah Dajjal dan Iblis di Sebuah Waktu yang Lucu (Cerita 3)

Di sebuah waktu yang lucu

Aku pernah ingin menguasai puncak gerobak Partai Penopang Proyek (PPP)

Agar kuasaku menyebar di seluruh negeri

Agar tanganku semakin mudah mencakar wajah musuh

Agar kakiku semakin tertancap kukuh


Kukeluarkan sebagian pundiku untuk kemenangan

Tapi tak mampu

Kocek musuhku tak tertandingi

Aku pun meminta bantuan tuan kecilku

Tuan penghisap keringat manusia

Tuan penumpuk harta

Serumpun mafia kudis di tanah ini

Aku janjikan kepadanya setumpuk uang pinjaman

Ia pun memenuhi inginku

Tapi aku tetap tak bisa mengalahkan musuhku

Dan semua terbuang sia-sia


Dan aku masih berada di pundak gerobak lokal

Suatu waktu musuhku melepasku

Tapi aku masih bisa membujuknya

Dengan kata-kata hijau dan nyanyian kantongku


Pada kuasa gerobak lokal itu kutempatkan istriku di nomor satu

Di sebuah pertarungan kursi kehormatan

Dan suatu waktu kugadang menggantikan posisiku

Agar aku masih bisa mengeruk kekayaan di tanah ini

Agar emasku berkeping tinggi

Agar kuasaku tetap tidak menjadi batu

Ya, karena aku dajjal dan iblis di tanah berkah ini

***

Pembacaku.. tak seperti istriku, aku sendiri berada di nomor urut bungsu. Pada mulanya aku ingin membantu istriku di kursi kehormatan itu. Tapi sebuah keputusan majelis tinggi lalu merobohkan inginku. Akhirnya, aku pun tak ingin ketinggalan bertarung merebut kursi itu. Ya, siapa tahu aku dan istriku bisa berada di sana, melenggang di puncak kehormatan. Menghapus jejak dosaku di tanah ini.

Hasrat kuasaku bergolak kencang. Lalu kukerahkan kuasaku agar para punggawa mendukungku. Kuperintahkan para punggawaku mengatur strategi, membagi-bagi wilayah di mana aku dan istriku mendulang angka. Dan para punggawa itu tak sadar bahwa mereka telah kutipu dan kubodohi. Seandainya aku menyuruh mereka menjilat isi bokongku, aku yakin mereka tak menolaknya.

Pembacaku, entah apa yang ada dalam isi hati dan pikiranku untuk menduduki kursi itu. Aku tak perlu menjelaskan satu persatu, aku yakin pembaca tahu. Ya, karena aku dajjal dan iblis di tanah berkah ini…

Jumat, 06 Februari 2009

Siapa yang berani kepadaku? Kisah Dajjal dan Iblis di Tanah Berkah (Cerita 2)

Kini aku berkuasa penuh..

Semua partai melirikku.

Semua orang mendekatiku

Menjilatku

Memujiku

Mencuri perhatianku


Aku mainkan semuanya…

Aku jadikan birokrasi sebagai celengan

Aku jadikan pelaku birokrasi sebagai mafia buduk

Menjadi budak belianku

Dan aku menjadi konduktor kejahatan di tanah ini..


Ayo, siapa yang berani kepadaku?

Aku dajjal

Aku iblis di tanah berkah

Tak seorang pun berani menyentuhku

Tak seorang pun mampu melawanku

Aku bujuk siapa saja yang menentangku

Dan kuhancurkan siapa pun yang terus memusuhiku


Ayo, siapa yang berani kepadaku?

Aku dajjal

Aku iblis di tanah berkah

Aku suapi pelaku hukum di negeri ini

Aku recehi kuli tinta yang usil kepadaku

Dan kuberikan secuil proyek pembangunan

pada orang yang kuanggap kuat di tanah asing ini...


Ayo, siapa yang berani kepadaku?

Aku dajjal

Aku iblis di tanah berkah

Aku obrak-abrik agama untuk kepentingan politikku

Aku tak takut Tuhan

Aku tak takut siksa kematian

Dan aku anggap kehidupan dan kekuasaan ini abadi


Ayo, siapa yang berani kepadaku?

Aku dajjal

Aku iblis di tanah berkah

Tapi aku tak mungkin berjalan sendiri

Aku harus memiliki gerobak untuk masa depan politikku

Untuk masa depan istriku

Dan akhirnya aku memilih gerobak kusam: Partai Penopang Proyek (PPP)

***

Di suatu hari yang kelam, aku memerintahkan para punggawa yang berlindung di ketiakku untuk mengampanyekanku dan istriku. Itulah cara yang bisa kulakukan agar aku dan istriku tetap bertahan di puncak kehormatan. Sebab aku sadar, meski aku menguasai pundak gerobakku, tak semua penumpang gerobak itu mendukungku. Sebab aku sadar, saat ingin menguasai pundak gerobak itu, aku telah menipu dan berbohong kepada mereka. Jujur, aku tak mendapat dukungan mereka. Aku hanya iming-imingi mereka, dan sedikit kupenuhi isi kantong mereka. Aku pun sadar itu. Dan, ketika aku akan melangkah menuju puncak kehormatan, penumpang gerobak itu mulai berpaling dan rapuh. Akhirnya, satu cara jitu yang bisa kulakukan yaitu dengan memerintahkan para punggawa untuk mendukungku dan istriku. Aku janjikan mereka kenaikan pangkat. Aku janjikan mereka kenaikan gaji. Aku ancam mereka dilemparkan ke tanah sunyi; dan menyiksa asa mereka untuk tidak menjadi punggawa tetap. Aku mainkan isi pikiran dan keinginan mereka. Ya, karena aku berkuasa penuh di tanah ini. Aku seperti Tuhan di tanah ini. Ya, karena aku dajjal dan iblis di tanah berkah ini…

Ayo, siapa yang berani kepadaku?

Kamis, 05 Februari 2009

Kisah kerbau dan kambing (cerita 1)


Suatu hari aku pernah berjanji:
Jika nanti aku mendapatkan suara 70 persen,
maka aku akan berikan seekor kerbau di desamu...

Aku perintahkan aparat desa untuk menyebarkan janjiku itu..
Aku biarkan orang orang desa gembira mendengar janjiku
Aku biarkan mereka terlena mendengar bualanku.

Aku tebar senyum untuk mereka
Aku biarkan mereka mimpi dalam kebodohan
Aku kini menguasai mereka
Aku pun tertawa..

Beberapa waktu kemudian, seorang kepala desa yang di desanya mendapatkan suara 70 persen (bahkan lebih) datang kepadaku untuk menagih janji itu. Aku pun diam, dan sebentar bicara kepadanya: "Tolong jangan tanya urusan kerbau kepadaku, it's not my bussines. Masih banyak yang harus kukeruk dari tanah ini. Masih banyak yang harus kulakukan agar pundiku semakin menggunung, dan dengan begitu aku dengan mudah menguasai jagat perpolitikan negeri ini. Ya, tolong jangan ganggu serigala buas yang ada dalam pikiran dan hatiku" Ujarku. Setelah bicara kepadanya, aku pun melihat kepala desa itu melangkah lunglai seperti menyimpan luka.

Aku pun sadar bahwa setelah kemenanganku yang tak tertandingi itu, orang-orang di desa yang terpaksa mendukungku lalu menagih janji kepada kepala desa. Tapi aku tak mungkin memenuhi semuanya. Umurku masih muda, dan aku harus mengumpulkan senjata untuk melawan musuhku nanti. Belum lagi aku mempunyai istri yang cantik nan jelita, yang suatu saat akan kuupayakan menggantikan posisiku.

Beberapa hari kemudian, aku mendengar kepala desa itu mengeluarkan uang untuk memenuhi janjiku. Anehnya, bukan kerbau yang dibeli, tapi seekor kambing kecil yang buduk dan berbulu kering. Dengan wajah sunyi, lalu kepala desa menyerahkan kambing itu ke orang-orang yang ada di desa. Tetapi sebelum menyerahkan kambing buduk itu, terlebih dahulu kepala desa memberikan sambutan: "Saudara-saudaraku, maafkan aku karena hanya memberi seekor kambing yang lucu ini. Tapi aku yakin kambing ini akan lebih berarti daripada seekor rusa yang dibeli dari hasil korupsi. Aku yakin daging kambing ini akan lebih berarti. Tapi, saudaraku, tolong sisakan kancut (kemaluan kambing) untukku"

Kambing pun selesai disembelih, dengan wajah tertunduk kepala desa itu lalu membawa kancut kambing ke rumahnya. Ia memerintahkan sang istri untuk membakar kancut kambing itu. Ia lahap memakan kancut itu. Keesokan harinya kepala desa dilarikan ke rumah sakit karena serangan darah tinggi. Beberapa jam kemudian, istri, anak, dan kerabatnya menangis. Entah apa yang terjadi. Dan aku pun masih tertawa..

Rabu, 04 Februari 2009

Munajat Hijau

Hijau dedaunan
Hijau rerumputan
Hijau...

Hijau Masjidku
Hijau majlisku
Hijau...

Hijau sekolahku
Hijau tempat kerjaku
Hijau...

Hijau kolorku
Hijau kemaluanku
Hijau...

Hijau bola mataku
Hijau isi telingaku
Hijau...

Hijau anusku
Hijau kotoranku
Hijau...

Hijauhijauhijauhijauhihijauhijauuuuuhi....
Tuhanku, bukankah hidup ini warna-warni?

Senin, 02 Februari 2009

Dungu dan Bebalnya Bupati Dimyati Natakusumah

Ini cerita yang lazim diketahui masyarakat Pandeglang: selain kasus suap 200 Milyar yang masih menggantung, kini ada dua cerita penyelewengan yang dilakukan oleh Bupati Pandeglang Dimyati Natakusumah berkaitan dengan istrinya Irna Narulita yang menjadi Caleg DPR RI dari PPP. Pertama, dia meminta Kepala Diknas untuk mendukung istrinya. Lalu Kepala Diknas memerintahkan bawahannya untuk mendukung atasannya itu. Dengan dalih pembinaan, Kepala Diknas dan dibantu Kepala UPT mengumpulkan guru-guru di setiap kecamatan untuk mendukung dan mengkampanyekan istri bupati itu. Tak hanya itu, Kepala Diknas ini mengancam akan memutasikan guru dan bawahannya ke daerah terpencil di Pandeglang jika tak mendukung atasannya.

Kedua, bupati memerintahkan camat untuk terlibat penuh dalam menyosialisasikan istrinya. Bupati Pandeglang menjadikan para camat sebagai tim sukses Irna Narulita. Lalu camat memerintahkan aparat kecamatan dan Satpol PP untuk memajang baliho di setiap sudut kota dan desa, dan menempelkan stiker istri bupati itu di setiap pintu rumah penduduk. Selain itu, camat memerintahkan para kepala desa untuk sepenuh hati mendukung istri bupati itu. Camat pun mengancam tidak akan memberikan bantuan pembangunan desa jika tidak mendukung atasannya.

Dengan cerita di atas, kita dapat memahami bahwa betapa dungu dan bebalnya Bupati Pandeglang ini. Paling tidak ada dua hal yang mendasar ketika menyebut dua kata kasar tersebut. Pertama, Bupati Pandeglang tidak berusaha untuk memberikan pendidikan politik yang baik untuk masyarakat. Ia tidak berupaya untuk mencerdaskan dan mendidik masyarakat, malah memanfaatkan kebodohan mereka. Ia membiarkan masyarakat Pandeglang tidur terlelap dalam kebodohan dan kebohongan, dan dengan begitu dia dengan mudah menancapkan taring kekuasaannya. Ia menerapkan Machiavellisme dalam pola kekuasaannya.

Sekedar melihat ke belakang, sudah lazim diketahui masyarakat Pandeglang bahwa Bupati Dimyati tidak memiliki visi pendidikan yang jelas. Kita tidak pernah mendengar program pendidikan di Pandeglang yang mengarah pada peningkatan kualitas guru, program yang mengarah pada pengembangan minat dan bakat siswa, tidak pernah ada keinginan bupati untuk mengembangkan teknologi dan informasi (TI) di sekolah, dan tidak pernah mendengar program beasiswa bagi masyarakat yang pintar tapi tidak mampu. Paling-paling kita mendengar program pemisahan kelas (laki-laki dan perempuan) dan program pemakaian jilbab (wajib jilbab) di sekolah, program penghijauan (pengecatan warna hijau) di setiap bangunan sekolah, program pemasangan baliho (foto bupati dan istrinya) di gerbang masuk sekolah, dst. Selain itu, program pendidikan Bupati Pandeglang lebih mengutamakan pada proyek pembangunan infrastruktur pendidikan meski hasilnya jarang yang maksimal. Dengan demikian, tak ada gebrakan pendidikan yang dilakukan Bupati Pandeglang untuk mencerdaskan dan membangun masyarakatnya. Yang ada dalam pikiran orang nomor satu di Pandeglang itu hanyalah proyek yang menguntungkan diri dan keluarganya.

Kedua, Bupati Pandeglang berupaya menguasai seluruh kekuatan birokrasi di sekelilingnya. Palu kekuasaan senantiasa digenggam untuk menghancurkan sendi demokrasi di daerah yang sudah dimulai semenjak reformasi. Karena itu, tak ada satupun pejabat di Pandeglang yang berani mengkritik pimpinannya itu. Ia menciptakan sebuah pemerintahan yang menakutkan, persis seperti yang dilakukan rezim komunis Sovyet di era Stalin. Ia tak segan memutasikan bawahannya jika berani melawan kebijakannya, dan sekaligus tak malu menempatkan orang-orang yang tidak profesional di tempat strategis asalkan mau membebek kepadanya. Contoh kongkrit: pejabat Bintal (bimbingan mental) menjadi Kasie PLS, camat menjadi Kepala Diknas, dan seterusnya. The wrong man on the wrong place. Selain itu, ia berupaya menghegemoni kekuatan sosial kemasyarakatan. Ia memerintahkan bawahannya untuk mengiming-imingi tokoh masyarakat (kiyai, ustad, dst) di perkampungan untuk mendukung kebijakannya yang tidak mencerdaskan. Karena itu banyak tokoh masyarakat—karena ketidaktahuannya—selalu terpesona dengan kebijakannya itu.

Apakah ini musabab dari otonomi daerah sehingga menjadikan Bupati Pandeglang bertindak semena-mena? Ya, kita tunggu saja kehancurannya….

Pengikut

Mengenai Saya

Pandeglang, Banten, Indonesia
Namaku Ahmad Sampurna. Aku lahir di Pandeglang, 20 Nopember 1980. Kuliah di Jurusan Matematika IKIP Jakarta, dan lulus pada thn 2002. Kini mengajar di SMP Cimanuk. Jujur, aku kecewa dan sedih melihat kondisi pendidikan Pandeglang yang rapuh. Infrastruktur pendidikan yg acak adut, ada kesan pelakunya (perhatikan Kadis dan Bupati) lebih mengutamakan kepentingan diri. Lebih parah lagi, ada sebuah upaya penggiringan (dominasi) yg dilakukan penguasa kepadaku dan rekanku. Lbh dr itu, aku merasakan roda pemerintahan yang tidak benar. Karena itu aku menuliskan unek-unekku di blog ini. Tapi aku tak takut. Aku serahkan semuanya kepada Allah SWT, pemilik dan penguasa negeri ini. Aku tak takut PNS-ku hilang dan pemutasian. Aku berusaha meyakini ayat AlQur'an, waman yattaqillahu yaj'allahu mahraja wayarzuqhu min haytsu la yahtasib. Aku percaya bahwa urusan rizki itu ada pada Allah, Robbul Izzati, bukan pada Kadis dan Bupati Dimyati. Dan aku pun berharap kepada rekan-rekanku agar bisa membuka mata, hati, dan pikiran bahwa sebenarnya kita ditindas dan didzolimi.